PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN INDIVIDU
DAN MASYARAKAT
1.
Pengertian Individu
Individu berasal dari bahasa latin “Indivuduum” yang artinya
yang tak terbagi, dan merupakan kesatuan yang tak terbatas. Maksudnya bahwa
manusia merupakan satu kesatuan jiwa dan raga yang tak dapat dipisah satu sama
lain. Setiap manusia lahir ke dunia dengan membawa potensi diri masing- masing
yang dapat dikembangkan kemudian hari melalui proses balajar atau pendidikan.
Contohnya: seseorang melakukan kegiatan menulis , hal tersebut merupakan
perintah dari jiwa atau psikisnya untuk menulis sesuatu dengan pulpen dan
kertas. Setiap individu lazim memiliki ciri – ciri khas yang melekat (built in)
dalam dirinya, sehingga memberikan identitas khusus, yang disebut kepribadian.
Tidak seperti kerumunan bebek, ternyata masyarakat yang juga dapat disebut
sebagai kerumunan atau himpunan manusia, menuntut setiap individu untuk :
Memiliki kedudukan dan peranan tertentu dalam lingkungannya. Memiliki tingkah
laku yang khas (tidak seperti bebek) Memiliki kepribadian.
2.
Pengertian Masyarakat
Kata masyarakat merupakan terjemahan dari kata (community atau
komunitas). Secara definitif dapat didefinisikan sebagai sekelompok manusia
yang terdiri dari sejumlah keluarga yang bertempat tinggal di suatu wilayah
tertentu baik di desa ataupun di kota yang telah terjadi interaksi sosial antar
anggotanya atau adanya hubungan sosial (social relationship) yang memilki norma
dan nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh semua anggotanya dan memiliki
tujuan tertentu pula. Menurut Selo Soemarjan (1962) mengemukakan bahwa:
“Masyarakat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu
derajat hubungan tertentu”. Adapun unsur-unsur dari masyarakat, Mac Iver dan
Page mengemukakan sebagai berikut: Seperasaan Sepenanggungan Saling memerlukan
Disamping ada beberapa tipe masyarakat setempat menurut Davis (1960:313)
sebagai berikut: Sejumlah penduduk Luas, kekayaan dan kepadatan pendudukan
Memilki fungsi khusus dari masyarakat setempat terhadap seluruh organisasi
masyarakat yang bersangkutan.
3.
Pengertian Struktur
Sosial
Menurut para ahli yaitu:
a.
Menurut Koentjaraningrat
(1990:172) Struktur sosial adalah merupakan susunan masyarakat dilihat dari
berbagai sisi seperti : kedudukan, peranannya, tipe masyarakat tersebut
sehingga kita dapat menggambarkan kaitan dari berbagai usur masyarakat.
b.
Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi (Dalam Soerjono Soekanto, 20 ; 2005) Struktur sosial
adalah keseluruhan jalinan antara unsur- unsur sosial yang pokok, yaitu
kaidah-kaidah sosial (norma- norma sosial), lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok sosial, serta lapisan-lapisan sosial. Struktur sosial
dianggap sama dengan organisasi sosial yang mengacu pada hubungan- hubungan
sosial yang lebih fundamental yang memberikan bentuk dasar pada masyarakat,
yang memberikan batas-batas pada aksi-aksi yang mungkin dilakukan secara
organisatoris. Struktur sosial adalah skema penempatan nilai-nilai sosio-budaya
dan organ-organ masyarakat pada posisi yang dianggap sesuai, demi berfungsinya
organisme masyarakat sebagai suatu keseluruhan, dan demi kepentingan
masing-masing bagian untuk jangka waktu yang relatif lama.
Ø
Ciri-Ciri Sruktur Sosial
a.
Bersifat abstrak, artinya tidak dapat dilihat dan tidak dapat
diraba. Struktur sosial disini merupakan hierarki kedudukan dari tingkatan yang
tertinggi sampai yang terendah, berfungsi sebagai saluran kekuasaan dan
pengaturan pemenuhan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.
b.
Terdapat dimensi vertikal dan horizontal, struktur sosial pada
dimensi vertikal adalah hierarki status-status sosial dengan segala peranannya
sehingga menjadi satu sistem yang tidak dapat dipisahkan dari struktur status
yang tertinggi hingga struktur status yang terendah. Sedangkan pada struktur
sosial yang memiliki dimensi harizontal, seluruh masyarakat berdasarkan
karakteristiknya terbagi- bagi dalam kelompok- kelompok sosial yang memiliki
karakter sama.
c.
Sebagai landasan sebuah proses sosial suatu masyarakat, artinya
proses sosial yang terjadi dalam suatu struktur sosial termasuk cepat lambatnya
proses itu sendiri sangat dipengaruhi oleh bagaimana bentuk struktur sosialnya.
d.
Merupakan bagian dari sistem pengaturan tata kelakuan dan pola
hubungan masyarakat, artinya struktur sosial yang dimiliki suatu masyarakat
berfungsi untuk mengatur berbagai bentuk hubungan antar individu di dalam
masyarakat tersebut.
e.
Struktur sosial selalu berkembang dan dapat berubah, struktur
sosial merupakan tahapan perubahan dan perkembangan masyarakat yang mengandung
dua pengertian, yaitu dalam struktur sosial terdapat peranan yang bersifat
empiris dalam proses perubahan dan perkembangan, serta dalam setiap perubahan
dan perkembangan tersebut terdapat tahap perhentian stabilitas, keteraturan,
dan integrasi sosial yang berkesinambungan, sebelum terancam proses
ketidakpuasan dalam tubuh masyarakat
Ø
Elemen Dasar Struktur
sosial sebagai berikut :
a.
Status Sosial merupakan kedudukan atau posisi sosial seseorang
dalam kelompok masyarakat. Status yang diperoleh seseorang terbagi menjadi
tiga, yaitu :
1)
Ascribed status yang “diberikan”
kepada seseorang oleh masyarakat tanpa memandang bakat atau karakteristik unik
orang tersebut. Didapat secara otomatis melalui kelahiran (keturunan). Latar
belakang ras, gender, dan usia dapat dikategorikan sebagai ascribed status.
2)
Achieved status yang didapat seseorang melalui usaha- usahanya
sendiri. Contohnya bersekolah, mempelajari keterampilan-keterampilan, berteman,
atau menciptakan sesuatu yang baru.
3)
Assigned status yang diberikan
kepada seseorang karena telah berjasa melakukan sesuatu untuk organisasinya,
masyarakat atau kepada negara. Misalnya, seorang pegawai honorer diangkat
menjadi pegawai negeri. Seseorang diangkat sebagai penasihat karena kemampuan
dan keahliannya. Seseorang dinaikkan pengkat atau jabatan karena prestasi dan
masa kerja. Pertentangan antara individu dengan statusnya dapat mengakibatkan
kesalahan dalam mengambil suatu keputusan. Misalnya, seorang anggota polisi
harus menangkap anaknya sendiri karena diduga terlibat dalam jaringan narkoba.
Konflik status memang sering sulit dihindari karena kepentingan individu tidak
selamanya sama dengan kepentingan masyarakat maupun organisasinya.
Ø
Peran Sosial
Merupakan
seperangkat harapan terhadap seseorang yang menempati suatu posisi atau status
sosial tertentu. Peran merupakan komponen penting dalam struktur sosial karena
peran memberikan sumbangan pada stabilitas masyarakat dengan cara memampukan
tindakan-tindakan mereka sendiri. Kelompok
merupakan sejumlah orang yang memiliki norma-norma, nilai-nilai, dan
harapan-harapan yang sama, serta secara sadar dan teratur saling berinteraksi.
Kelompok memainkan peran yang sangat penting dan vital dalam struktur sosial
masyarakat karena sebagian besar interaksi sosial kita berlangsung dalam
kelompok dan dipengaruhi oleh norma-norma dan sanksi yang ada dalam kelompok. Lembaga merupakan pola terorganisasi
dari kepercayaan dan perilaku yang dipusatkan pada kebutuhan sosial yang
mendasar. Lembaga atau institusi dibentuk untuk memenuhi suatu kebutuhan
tertentu. Lembaga sosial seperti keluarga, agama, pendidikan, dan pemerintah
merupakan aspek fundamental dari struktur sosial.
Ø
Fungsi Struktur Sosial
1)
Fungsi Identitas
Struktur sosial berbagai sebagai penegas identitas yang dimiliki
oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar
belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan struktur soasialnya sendiri
sebagai pembeda dari kelompok lainnya. Contohnya, kebudayaaan Minangkabau
menganut system matrilinial (kekerabatan berdasarkan garis keturunan ibu). Ini
berbeda dengan sistem kebudayaan lainnya yang mayoritas menganut patrilineal.
Perbedaan semacam ini akan membangun struktur sosial yang berbeda pula dengan
kebudayaan lainnya
2)
Fungsi Kontrol
Struktur
Berfungsi untuk mengontrol individu yang berada di dalam
struktur tersebut. Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan
dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain.
Melanggar aturan yang berlaku, berpotensi untuk menimbulkan konsekuensi yang
pahit. Struktur sosial sebagai kontrol. Contoh: kebudayaan Batak melarang
perkawinan antara pria dan wanita yang semarga. Orang Batak yang memiliki marga
yang sama berarti masih memiliki hubungan saudara.
3)
Fungsi Pembelajaran
Individu
Belajar dari struktur social yang ada dalam kelompoknya, mulai
dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisiplinan.
Ø
Bentuk-Bentuk
Struktur
1.
Dilihat dari Sifatnya
ü
Struktur Sosial Kaku, Struktur sosial ini tidak dapat diubah
atau sekurang-kurangnya masyarakat menghadapi kesulitan besar untuk melakukan
perpindahan status atau kedudukannya.
ü
Struktur Sosial Luwes, setiap anggota masyarakatnya bebas bergerak
melakukan perubahan.
ü
Struktur Sosial Formal merupakan suatu bentuk struktur sosial
yang diakui oleh pihak yang berwenang. Contohnya, lembaga pemerintahan tingkat
kabupaten yang terdiri dari seorang Bupati, Wakil Bupati, Sekwilda, dan
lain-lain.
ü
Struktur Sosial Informal yaitu struktur sosial yang nyata ada
dan berfungsi tetapi tidak memiliki ketetapan hukum dan tidak diakui oleh pihak
yang berwenang.
2.
Dilihat dari Identitas Keanggotaan Masyarakatnya
ü
Struktur Sosial Homogen memiliki latar belakang kesamaan identitas
dari setiap anggota masyarakatnya, seperti kesamaan ras, suku bangsa, ataupun
agama. Dalam masyarakat yang memiliki struktur sosial yang homogen cenderung
tidak menginginkan perubahan- perubahan.
ü
Struktur Sosial Heterogen ditandai oleh keragaman identitas
anggota masyarakatnya. Memiliki latar belakang yang berbeda dari anggota
masyarakatnya.
3.
Dilihat dari Ketidaksamaan Sosial Bentuk
Struktur sosial berdasarkan ketidaksamaan sosial adalah
pengelompokan manusia secara horizontal (diferensiasi sosial) dan vertikal
(stratifikasi sosial). Pengelompokan ini bisa berdasarkan ciri fisik yang meliputi jenis kelamin, bentuk dan tinggi tubuh,
warna kulit, rambut, dan sebagainya. Juga berdasarkan ciri non fisik atau ciri sosial budaya, meliputi kecerdasan,
keterampilan, motivasi, minat dan bakat. Struktur
sosial dilihat secara horizontal (diferensiasi sosial) adalah perbedaan
individu atau kelompok dalam masyarakat yang tidak menunjukkan adanya suatu
tingkatan. Artinya, tidak ada golongan dari pembagian kelompok yang memiliki
tingkatan yang lebih tinggi ataupun lebih rendah (sama). Masyarakat mengenal
beberapa bentuk diferensiasi sosial berdasarkan perbedaan ras, suku bangsa,
agama, dan gender. Mengenai klasifikasi ras terdapat banyak sistem penggolongan
yang berasal dari berbagai ahli. Berikut dikemukakan salah satu klasifikasi ras
dari A.L. Kroeber, yang
menggambarkan secara jelas garis besar penggolongan ras-ras terpenting di dunia
serta hubungan antara satu dengan lainnya.
Diferensiasi sosial berdasarkan etnis atau suku bangsa
menunjukkan bahwa masyarakat terdiri atas berbagai suku bangsa dengan bahasa
dan kebudayaan masing-masing. Menurut Koentjaraningrat
(1979), suku bangsa atau etnik didefinisikan sebagai group suatu golongan
manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan,
sedangkan kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu)
dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Menurut William
Kornblum, kelompok etnis adalah suatu populasi yang memiliki identitas
kelompok berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasa memiliki leluhur yang secara
pasti atau dianggap pasti sama. Sedangkan menurut Francis, kelompok etnis adalah suatu komunitas yang menampilkan
persamaan bahasa, adat istiadat, kebiasaan, wilayah, bahkan sejarah. Etnis
ditandai dengan persamaan warisan kebudayaan dan ikatan batin (wefeeling) di
antara anggota- anggotanya. Diferensiasi sosial berdasarkan agama terwujud
dalam kenyataan sosial bahwa masyarakat terdiri atas orang-orang yang menganut
suatu agama tertentu termasuk dalam suatu komunitas atau golongan yang disebut
umat. Menurut A. Lang dalam teori
Firman Tuhan , kepercayaan terhadap dewa tertinggi merupakan bentuk religi
manusia yang tertua. Anggapan A. Lang
ini kemudian diperkuat oleh W. Schmidt
yang mengatakan bahwa agama berasal dari titah Tuhan yang diturunkan kepada
makhluk manusia pada masa permulaan ia muncul di muka bumi ini. Sedangkan
menurut Emile Durkheim, agama adalah
suatu sistem kepercayaan beserta praktiknya, berkenaan dengan hal- hal yang
sakral yang menyatukan pengikutnya dalam suatu komunitas moral. Terdapat
beberapa teori tentang pelapisan sosial sebagai berikut: Teori Fungsionalis a.
Emile Durkheim menyatakan bahwa setiap aktivitas yang satu lebih penting dari
pada yang lainnya. Kingsley Davis dan
Robert Moore, mengemukakan
pendapatnya bahwa posisi- posisi yang paling penting dalam masyarakat diisi
oleh orang yang paling berwenang.
Teori Struktur Sosiologi
yang mengembangkan teori ialah Treiman.Dari
hasil penelitiannya ia mengambil kesimpulan,bahwa dalam masyarakat yang
berlainan,tidak ada perbedaan dalam penyusunan tingkatan prestise pekerjaan. Dalil
yang dikemukakan adalah:
a.
Setiap masyarakat mempunyai kebutuhan yang sama,karena ada
pembagian kerja yang sama
b.
Pembagian kerja yang terspesialisasi cenderung melahirkan perbedaan
penguasaan akan sumber-sumber yang langka.Jadi pembagian kerja melahirkan
perbedaan kekuasaan/ wewenang dan lain- lain,hingga karenanya timbul hierarki.
c.
Orang yang mempunyai kedudukan penting mempunyai kesempatan
untuk lebih maju disamping memperoleh penghargaan yang baik.
d.
Kekuasan dan kesempatan yang baik dinilai tinggi dalam setiap
masyarakat. Beberapa karakteristik pelapisan sosial, Robin William mengemukakan bahwa untuk mengetahui proses-proses
stratifikasi dalam masyarakat adalah: Sistem
pelapisan sosial mungkin berpatok pada sistem pebedaan atau petentangan dalam masyarakat,
Pelapisan sosial dapat diamati dalam
pengertian berikut : Distribusi hak- hak istimewa, Sistem hierarki yang
disusun oleh masyarakat itu sendiri
Kriteria sistem pengembangan misalnya kualitas pribadi milik
keanggotaan dalam kelompok,kekuasaan dan wewenang. Lambang kedudukan jabatan
misalnya gaya hidup, rumah,atribut pakaian. Mudah tidaknya mobilitas sosial. Solidaritas
Pengaruh pelapisan sosial tampak dalam setiap segi kehidupan. Karena pergaulan
sosial akan lebih banyak terjadi antara individu dari lapisan sosial yang sama,
maka akan terdapat kesamaan corak kehidupan.
Pada umumnya sifat pelapisan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu: Stratifikasi sosial
terbuka, seorang atau kelompok anggota masyarakat memiliki peluang atau
kemungkinan yang besar untuk berpindah ke kelompok, kelas atau lapisan sosial
lainnya. Stratifikasi terbuka lebih dinamis (progresif) dan anggota- anggotanya
mempunyai cita-cita hidup yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kehidupan
anggota-anggotanya lebih bersifat kompetitif, bahkan tidak jarang di antara
mereka sering mengalami kehidupan yang selalu diwarnai oleh rasa tegang dan
kekhawatiran. Stratifikasi sosial
tertutup, seorang individu atau kelompok kemungkinan untuk pindah dari satu
golongan atau kelas sosial ke golongan atau kelas sosial lain sangat kecil. Di
dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan
dalam masyarakat adalah kelahiran (keturunan), sehingga masyarakat lebih
bersifat statis, terutama golongan atau kelas bawah, di antara mereka kurang
menunjukan cita-cita yang tinggi.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan
menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju (masyarakat modern).
a)
Masyarakat Sederhana.
Dalam lingkungan
masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan
menurut jenis kelamin. Kaum pria
melakukan pekerjaan yang berat- berat seperti berburu, menangkap ikan di laut,
menebang pohon, berladang dan berternak. Sedangkan kaum wanita melakukan pekerjaan yang ringan-ringan seperti mengurus
rumah tangga, menyusui dan mengasuh anak-anak,merajut, membuat pakaian, dan
bercocok tanam.
b)
Masyarakat Maju.
Masyarakat maju memiliki
aneka ragam kelompok sosial, atau lebih dikenal dengan kelompok organisasi
kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan
tertentu yang akan dicapai.
Beberapa ciri lain yang menonjol antara masyarakat pedesaan dan
perkotaan, diantaranya:
1.
Kehidupan keagamaan : Bagi masyarakat
pedesaan cenderung mengarah pada kehidupan agamis, sedangkan pada kehidupan
orang-orang kota mengarah kepada keduniawian. Hal ini disebabkan oleh cara
berfikir yang berbeda.
2.
Kemandirian : hal yang penting
masyarakat perkotaan adalah individu atau manusia sebagai perorangan menghadapi
orang lain dengan latar belakang yang bereda. Kebiasaan yang ada pada individu
tidak sesuai dengan kebiasaan yang sesungguhnya
3.
Pembagian kerja : pada masyarakat
perkotaan pembagian kerja lebih bagus, sehingga mempunyai batas- batas yang
nyata.
4.
Peluang memperoleh
pekerjaan :
dengan adanya pembagian kerja yang tegas, maka kemungkinan untuk memperoleh
pekerjaan lebih banyak pada masyarakat kota dibanding warga pedesaan.
4.
PRANATA SOSIAL
Pranata sosial sering disebut sebagai lembaga sosial. Robert Melver dan C.H. Page (Soekanto,
1984: 49), mengartikan pranata sosial adalah lembaga sosial sebagai proedur
atau tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang
tergabung dalam suatu kelompok masyarakat. Pengertian tersebut sejalan dengan
pendapat Leopold Von Wiese dan Becker
(Soekanto; 1984:51), lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antar
manusia dan antar kelompok yang berfungsi
memelihara hubungan itu serta pola-polanya sesuai dengan minat dan kepentingan individu dan kelompoknya. Sedangkan W.G. Sumner (Soekanto, 1984: 69),
melihat lembaga dari sudut pandang kebudayaan.
Pranata sosial adalah lembaga sosial yang merupakan perbuatan, cita-cita,
sikap, dan perlengkapan kebudayaan
yang mempunyai sikap kekal serta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pengertian ini juga
sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat
(1980: 75), lembaga sosial adalah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia.
Ø Kesimpulan tentang
pengertian pranata sosi
Lembaga sosial berkaitan dengan:
1. Seperangkat norma yang saling berkaitan, bergantung, dan saling
mempengaruhi;
2.
Seperangkat norma yang dapat dibentuk, diubah, dan dipertahankan sesuai dengan kebutuhan
hidup;
3. Seperangkat
norma yang mengatur hubungan antar warga masyarakat agar dapat berjalan dengan
tertib dan teratur.
4. Fungsi
pranata sosial atau lembaga sosial adalah agar ada keteraturan dan integrasi di
dalam masyarakat
Pranata sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia, pada
dasarnya
mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
1.
Memberikan pedoman pada
anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di
dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut
kebutuhan-kebutuhan.
2.
Menjaga keutuhan masyarakat
3.
Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).
Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotaanggotanya.
Ø Ciri-ciri Pranata
Sosial
1.
Adanya tujuan, dapat
digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, tertulis atau tidak tertulis
2.
Diambil dari nilai-nilai dan
adat istiadat yang berlaku di masyarakat,
3.
Adanya prasarana pendukung,
seperti bangunan dan lambang tertentu.
4.
Di dalam pranata sosial akan
ditemukan unsur budaya dan unsur struktural, yaitu berupa norma dan peranan
sosial.
5.
Pranata sosial dapat
dikatakan sebagai suatu adat kebiasaan dalam kehidupan bersama yang mempunyai saksi yang disistematisasikan dan
dibentuk oleh kewibawaan masyarakat.
Menurut
Gillin dan Gillin dalam General features of social institutions, mengemukakan enam
ciri pranata sosial , yaitu:
1.
Suatu lembaga kemasyarakatan
adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud
melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan
terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan
lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang
fungsional.
2.
Suatu tingkat kekekalan
tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.
3.
Sistem-sistem kepercayaan
dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah
melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu
baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.
4.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan biasanya juga berumur lama, karena pada umumnya orang menganggapnya
sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang
sudah sewajarnya harus dipelihara.
5.
Lembaga kemasyarakatan
mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuantujuan tersebut
tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang
dari sudut kebudayaan secara keseluruhan.
Perbedaan antara tujuan dan fungsi
Tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi golongan masyarakat
tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya.
Sebaliknya, fungsi sosial lembaga tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam
sistem sosialdan kebudayaan masyarakat, mungkin tidak diketahui atau bisadari
golongan masyarakat tersebut.
Sedangkan Harsojo (1986 :
139) mengemukakan enam sifat umum pranata sosial, yaitu:
1. Pranata sosial berfungsi sebagai satu unit dalam sistem
kebudayaan yang merupakan satu kesatuan bulat;
2. Pranata sosial biasanya mempunyai berbagai tujuan yang jelas
3. Pranata sosial biasanya relatif kokoh;
4. Pranata sosial dalam melakukan fungsinya sering mempergunakan
hasil kebudayaan material
5. Sifat karakteristik yang ada pada pranata sosial adalah
lambang; dan
6. Pranata sosial biasanya mempunyai tradisi tertulis atau lisan
yang jelas.
Menurut Suhandi (1987 : 66-67), terdapat empat syarat
bagi lembaga atau organisasi sosial agar
menjadi pranata sosial, yaitu:
1. Harus memiliki aturan atau norma yang hidup dalam ingatan atau
yang tertulis.
2. Aktivitas-aktivitas bersama itu harus memiliki suatus istem
hubungan yang didasarkan atas norma-norma
tertentu.
3. Aktivitas-aktivitas bersama itu harus memiliki tujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang bisadari dan dipahami oleh kelompok
masyarakat bersangkutan.
4. Harus memiliki peralatan dan perlengkapan. Dengan demikian
bahwa pranata sosial adalah merupakan norma yang ada di masyarakat yang
relatif, di mana warga masyarakatnya memiliki fungsi masing-masing untuk
mendukung pranata sosial tersebut agar berfungsi bagi keteraturan dan integrasi
sosial.
Pranata
terbagi menjadi:
Ø Pranata
Keluarga
Keluarga
memiliki fungsi sosial majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dalam
masyarakat. Keluarga merupakan unit sosial terkecil. Dalam keluarga diatur
hubungan antar anggota keluarga dan setiap anggota mempunyai peran dan fungsi
yang jelas. Pada setiap masa perkembangan individu dalam keluarga akan terjadi
penanaman pengaruh dari lingkungan sosial di mana individu yang bersangkutan
berada, baik secara langsung dari
orangtuanya
melalui penanaman nilai-nilai budaya yang dianut (sosialisasi), maupun pengaruh
lingkungan pergaulan yang membentuk pribadi bersangkutan. Suatu keluarga dapat
terjadi karena:
1. Kelompok
yang memiliki nenek moyang yang sama, sehingga perkawinan dapat terjadi
diantara mereka yang memiliki satu keturunan, disebut endogami.
2.
Kelompok kekerabatan disatukan oleh darah atau perkawinan yang disebut
eksogami.
3.
Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak
4. Pasangan
tanpa nikah yang mempunyai anak (Samen leven). Di Indonesia perbuatan demikian
dianggap menyeleweng dari kehidupan sosial, karena mengganggu atau merusak
kehidupan masyarakat sekaligus melanggar nilai dan
norma masyarakat, dan norma agama.
5. Satu
orang dapat hidup dengan beberapa orang anak. Hal ini dapat terjadi karena
salah satu pasangan hidup, baik
ayah atau ibu berpisah yang
disebabkan oleh perceraian atau salah satunya meninggal, sehingga salah seorang
diantara mereka harus memelihara anaknya.
Suatu keluarga inti dianggap sebagai suatu sistem sosial, karena
memiliki unsur-unsur sosial yang meliputi: kepercayaan, perasaan, tujuan,
kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi,
kekuasaan, dan fasilitas. Keluarga yang
terbentuk karena perkawinan disebut keluarga konyungal. Perkawinanadalah penerimaan status baru,
untuk siap menerima hak dan kewajiban sebagai pasangan suami istri yang sah
diakui masyarakatnya dan hukum. Pasangan hidup yang telah berumah tangga dan
membentuk keluarga batih, pada dasarnya memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Unit
terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual secara
berkesinambungan dan sah secara hukum.
2. Wadah
tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses di mana anggota-anggota
masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, mentaati
dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku.
3.
Unit terkecil masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis.
4. Unit
terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan perlindungan
bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.
Perkawinan dapat dilakukan di dalam kelompok yang sama maupun dari luar kelompoknya. Perkawinan di
dalam kelompok, baik berdasarkan wilayah maupun keturunan disebut endogami. Perkawinan ini bertujuan
untuk mempertahankan kekekalan keturunan atau darah (keluarga yang disusun atas dasar pertalian darah disebut konsanguinal), juga untuk menghindarkan kekayaan yang dimiliki sekelompok kekerabatan jatuh ke tangan
kerabat dari kelompok lain. Sedangkan perkawinan
antar kelompok disebut eksogami.
Perkawinan eksogami terjadi karena semakin luasnya
pergaulan, sehingga di antara mereka saling mengenal. Perkawinan monogami, yaitu pasangan hidup antara
seorang suami dengan seorang istri. Tetapi di
masyarakat, tidak menutup kemungkinan terjadi poligami yaitu seseorang memiliki
pasangan lebih dari satu. Poligami dibagi dua : Poligini
yaitu seorang suami memiliki pasangan lebih
dari seorang istri dan Poliandri yaitu seorang istri
memiliki pasangan lebih dari seorang suami.
Terdapat beberapa fungsi keluarga, yaitu:
1.
Fungsi melanjutkan keturunan/reproduksi.
2. Fungsi
afeksi. Fungsi afeksi ini dapat berupa tatapan mata, ucapan-ucapan mesra,
sentuhan – sentuhan halus, yang semuanya akan merangsang anak dalam membentuk
kepribadiannya.
3.
Fungsi sosialisasi. Keluarga merupakan sistem yang menyelenggarakan sosialisasi
terhadap calon-calon warga masyarakat baru. Seseorang yang dilahirkan di suatu
keluarga akan melalui suatu proses internalisasi unsur-unsur budaya yang
mengatur masyarakat bersangkutan. Keluarga sebagai tempat awal terbinanya
sosialisasi bagi seseorang, akan dijumpai tiga proses yang menjadi dasar
hubungan antar manusia dengan dunia kehidupannya sebagai lingkungan sosial
(walaupun tidak selalu
berurutan), yaitu :
a. Eksternalisasi
adalah proses pembentukan pengetahuan latar belakang yang tersedia
untuk dirinya serta untuk orang lain.
b. Obyektivasi
adalah proses meneruskan pengetahuan latar belakang itu kepada generasi
berikutnya secara obyektif.
c.Internalisasi
adalah proses di mana kenyataan sosial yang sudah menjadi kenyataan obyektif
itu ditanamkan ke dalam kesadaran, terutama pada anggota masyarakat baru,
dalam konteks proses sosialisasi.
Ø Pranata
Ekonomi
Pranata ekonomi adalah lembaga-lembaga berkisar pada lapangan
produksi, distribusi, konsumsi (pemakaian) barang-barang dan jasa yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Menelaah pranata ekonomi
melalui sosiologi, dapat dikaji dengan pendekatan struktural, yakni melihat
relasi atau hubungan antara subyek dengan obyek atau komponen-komponen yang
merupakan bagian dari suatu sistem pemenuhan kebutuhan. Struktur adalah pola
dari berlbagai sistem relasi. Dengan demikian, pranata ekonomi akan melibatkan
berbagai sistem yang terdapat di dalamnya, termasuk hubungan
antar manusia dalam proses ekonomi, yaitu: produksi, distribusi, serta
konsumsi. Pranata ekonomi merupakan struktur
sosial-ekonomi, karena perekonomian masyarakat akan melibatkan hubungan
antar manusia baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen, yang juga
merupakan relasi sosial yang meliputi:
1. Pola
relasi antara manusia sebagai subyek dengan sumber kemakmuran ekonomi, seperti
alat produksi, fasilitas dari negara, perbankan dan kenyataan sosial. Sedangkan
masalah struktural dalam ekonomi akan berkisar pada bagi hasil, sewa-menyewa,
keuntungan, pinjaman ke bank dan lain-lain.
2. Pola
relasi antara manusia sebagai subyek dengan hasil produksi. Meliputi masalah
distribusi hasil, masalah penghasilan yang didapat dengan prestasi yang
dicapai.
3. Pola
relasi antar subyek sebagai komponen sosial-ekonomi, sehingga merupakan mata
rantai dalam sistem produksi.
Produksi adalah proses
yang diorganisasikan secara sosial di mana barang dan jasa
diciptakan
atau dihasilkan, baik dilakukan secara
perorangan maupun kelompok. Hasil produksi memiliki dua jenis nilai,
yaitu: nilai guna dan nilai tukar.
Nilai guna sebuah barang adalah
kegunaannya secara langsung, manfaatnya diperoleh pemakai ketika mempergunakannya. Misalnya : nilai guna sebuah buku tulis
adalah sebagai alat untuk menyimpan tulisan
dari berbagai kepentingan pemakai. Sedangkan nilai tukar adalah nilai barang
yang diperoleh ketika dipertukarkan dengan barang
lain atau dengan uang.
Distribusi adalah proses
alokasi barang dan jasa yang diproduksi masyarakat, karena hasil
produksi selain untuk digunakan sendiri juga
ditukarkan untuk melengkapi kebutuhan akan barang
dan jasa yang tidak diperoleh di lingkungannya.
Konsumsi merupakan suatu
pengeluaran dari pendapatan yang diperoleh seseorang,
masyarakat
atau lembaga tertentu untuk dibelanjakan barang atau yang dibutuhkan.
Pengeluaran tersebut, baik berupa belanja rumah tangga, belanja perusahaan,
belanja pemerintah dan lain-lain yang sifatnya untuk memenuhi kebutuhan. Dalam
proses konsumsi terjadi hubungan sosial.
Ø Pranata
Politik
Politik merupakan suatu aspek kehidupan sosial yang tidak dapat
dihindarkan oleh setiap orang di dalam suatu negara. Politik pada umumnya
disamakan dengan penggunaan pengaruh, perjuangan kekuasaan dan persaingan di
antara individu dan kelompok atas alokasi ganjaran atau nilai-nilai di dalam
masyarakat. Politik juga mencakup proses pengendalian sosial. Pranata politik adalah suatu pola
tingkah laku manusia yang sudah mapan, yang terdiri dari interaksi sosial yang
tersusun di dalam suatu kerangka nilai yang relevan. Pranata politik dibentuk
berdasarkan konstitusi dokumen-dokumen dasar atau beberapa kebiasaan, sehingga
terbentuk struktur dan proses formal legislatif, eksekutif, adminitratif dan
hukum. Pranata politik memiliki fungsi: memelihara ketertiban, menjaga
keamanan, mengusahakan kesejahteraan umum, dan mengatur proses politik.
Sehingga, untuk menjalankannya diperlukan kekuasaan dari pemerintah yang dapat
melindungi kepentingan rakyat dan kesejahteraan umum dari berbagai tekanan dan
rong - rongan yang mengacaukan. Karena itu, rakyat perlu mendapatkan rasa aman
dan tentram, agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Sehingga perlu
adanya kesadaran politik dari setiap warga negara. Kesadaran
politik
ialah apabila seluruh warga negara menyadari
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Dengan demikian,
pranata politik akan berkaitan dengan masalah-masalah bentuk negara, bentuk
pemerintahan, dan bentuk kekuasaan.
Ø Pranata Pendidikan
Pendidikan, sebenarnya hampir sama dengan proses sosialisasi,
tetapi pendidikan sekolah selain proses sosialisasi, juga mentransfer
pengetahuan dasar dari setiap bidang ilmu atau mensosialisasikan kebudayaan
kepada warga masyarakat terutama generasi muda, dengan tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan mempunyai tugas mempertahankan atau melakukan
pelestarian terhadap sistem nilai-nilai yang berlaku dan berperan penuh dalam
dalam mempercepat perubahan soial. Nilai dan budaya diturunkan dari generasi ke
generasi melalui pendidikan sekolah, berarti sekolah sebagai pranata formal
adalah tempat untuk mensosialisasikan warisan nilai-budaya, disamping
pengetahuan kepada anak didiknya. Warisan nilai budaya yang diturunkan dapat
berupa perilaku untuk membentuk kepribadian yang bertanggungjawab terhadap masa
depan bangsa,dengan tidak melepaskan diri dari nilai dan norma yang sesuai
dengan identitas.
Pranata pendidikan mengalami perkembangan mulai dari pendidikan
keluarga sampai pendidikan sekolah. Pendidikan keluarga sebagai pendidikan awal
bagi seseorang dalam mengenal
lingkungan sosialnya. Semakin berkembang kehidupan masyarakat, maka masyarakat
yang bersangkutan membutuhkan pranata yang dapat
mendidik generasi mudanya untuk melanjutkan
sistem nilai budaya yang dianut, sehingga muncullah pranata pendidikan sekolah.
Terdapat empat tahapan perkembangan
pendidikan, yaitu:
1. Pendidikan
masyarakat tanpa aksara
Pada masa ini, proses
belajar mengajar berlangsung di dalam pendidikan keluarga, di mana proses
pendewasaan anak diserahkan kepada orangtuanya. Anak belajar berdasarkan
kebiasaan orangtuanya, sehingga
segala kemampuan yang dimiliki orangtua akan diturunkan kepada anak.
2. Pendidikan
di luar pendidikan keluarga
Pengetahuan mengenai tradisi
atau nilai budaya dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat mendidik generasi
mudanya, terutama yang berhubungan dengan pewarisan nilai-budaya yang
disampaikan secara lisan, begitu juga pendidikan
keterampilan dan kepercayaan yang dianut sebagai
milik masyarakat. Dengan demikian tanggung jawab masyaratkat berkembang sesuai
dengan pelestarian nilai-budaya yang mereka miliki
pada generasi mudanya.
3. Pendidikan
masyarakat yang semakin kompleks
Kehidupan masyarakat semakin
berkembang, jenis-jenis pekerjaan mulai ditangani secara khusus oleh orang
tertentu atau keterampilan tertentu hanya dapat dimiliki oleh seseorang
berdasarkan hasil belajar.
4.
Pendidikan pada
masyarakat yang lebih maju
Kehidupan masyarakat menjadi sangat kompleks diberbagai bidang
kehidupan, setiap warga masyarakat sudah terspesialisasi terhadap pekerjaannya,
sehingga setiap pekerjaan sudah diserahkan
kepada ahlinya. Masyarakat ini sudah menunjukkan sebagai masyarakat industri
atau masyarakat modern. Pendidikan luar
sekolah yang mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu, seperti kursus
komputer, kursus montir, kursus bahasa dan lain-lain. Maka fungsi sekolah dalam
masyarakat modern, yaitu:
a)
Pengawasan (custodial care)
b)
Penyeleksi peran sosial (social role selection)
c)
Indoktrinasi (indoktrination)
d)
Pendidikan (edukation)
Pendidikan sekolah bagi
industri akan menghasilkan: Ilmu
Pengetahuan (knowledge), Keterampilan (skills), Jasa pengawasan (culstodial care), Sertifikasi (sertification),
Kegiatan komunitas (community activity)
Ø Pranata Agama
Agama dimiliki oleh setiap orang pada setiap. Setiap agama
mengatur hubungan antar manusia, juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
sehingga agama merupakan pedoman hidup yang kekal. Hubungan manusia memiliki
tiga makna, yaitu hubungan antar individu dan dengan kelompok (manusia sebagai
mahluk sosial) dan hubungan manusia dengan Tuhan (manusia sebagai mahluk
Tuhan). Agama menurut sosiologi adalah
satu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut – penganutnya yang berporos
kepada kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didaya gunakannya untuk
mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya. Berdasarkan
definisi tersebut, maka agama meliputi:
1. Agama
disebut jenis sistem sosial. Bahwa agama dapat dikatakan sebagai suatu fenomena
sosial, suatu peristiwa kemasyarakatan. Suatu sistem sosial dapat dianalisis,
karena terdiri dari atau suatu komplek kaidah dan peraturan yang dibuat, saling
berkaitan dan terarahkan pada tujuan tertentu.
2. Agama
berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris. Ungkapan ini hendak mengatakan
bahwa agama memiliki ciri khas yang berurusan dengan dunia luar yang dihuni
oleh kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari pada kekuatan manusia dan
dipercaya sebagai arwah, roh, dan kekuatan supra natural.
3. Manusia
mendayagunakan kekuatan-kekuatan tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri.
Yang dimaksud dengan kepentingan (keselamatan) ialah keselamatan di dunia
sekarang ini dan keselamatan di alam lalin (akherat) yang dimasuki manusia
sesudah kematiannya.
Agama berfungsi untuk mengintegrasikan masyarakat, baik dalam perilaku lahiriah maupun
yang bersifat simbolik (lambang, upacara keagamaan dll). Kegiatan keagamaan
(ritual) bertujuan memelihara keseimbangan masyarakat. Ritual menimbulkan rasa
aman secara individu maupun bagi masyarakat, misalnya cara orang berdoa atau
doa bersama-sama menginginkan suatu keselamatan dan kesejahteraan. Menurut Durkheim, melalui komunikasi
dengan Tuhan, orang yang beriman bukan hanya mengetahui kebenaran yang tidak
diketahui orang yang tidak percaya (kafir) tetapi juga orang yang lebih kuat.
Menurutnya, fungsi agama adalah menggerakkan dan membantu manusia untuk hidup.
Secara umum, agama dapat menjalankan fungsi positif yaitu memenuhi keperluan
masyarakat untuk secara berkala menegakkan dan memperkuat perasaan dan ide
kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan dan persamaan umat. Namun
demikian, beberapa sosiolog juga mengemukakan bahwa agama mempunyai disfungsi.
Contoh, munculnya pertentangan atau konflik sebagai akibat sikap fanatik
antarumat yang berbeda agama. Padahal, apabiula kita amati lebih dalam konflik
yang terjadi tidak semata-mata faktor agama, tetapi banyak dipengaruhi faktor
kepentingan di luar agama, seperti kepentingan politik dan ekonomi.
Fungsi agama bagi individu
adalah memberikan identitas diri, sehingga seseorang akan bersikap dan
berperilaku sesuai dengan ajaran agamanya. Fungsi agama bagi masyarakat adalah
mengatur hubungan antara manusia dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Agama bagi manusia dan masyarakat
merupakan suatu kebutuhan dasar. Hal ini
disebabkan bahwa manusia tidak dapat mengendalikan lingkungan alam guna memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti terjadi banjir, gempa
bumi, tanah longsor, gunung meletus, kegagalan
panen dan lain-lain yang tidak dapat dijangkau oleh kemampuan manusia, akibatnya manusia mengalami kekecewaan.
Kebutuhan manusia terhadap agama karena adanya faktor-faktor
sebagai berikut :
1.
Eksistensi manusia ditandai oleh rasa ketidakpastian dalam menghadapi alam
2.
Kemampuan manusia untuk mengendalikan alam sangat terbatas, sehingga
menimbullkan konflik antara keinginan dan ketidak berdayaan
3. Manusia
sebagai makhluk sosial dengan segala alokasi kelangkaan fasilitas, yang
menyebabkan adanya perbedaan distribusi barang, nilai, dan norma.
Secara umum,
fungsi agama adalah:
1. Agama
menyajikan dukungan moral dan sarana emosional, pelipur disaat manusia,
menghadapi ketidakpastian dan frustasi
2. Agama
menyajikan sarana hubungan transendental melalui amal ibadah, yang menimbulkan
rasa damai dan identitas baru yang menyegarkan
3. Agama
mengesahkan, memperkuat, memberi legitimasi dan mensucikan nilai dan norma
masyarakat yang telah mapan, dan membantu mengendalikan ketentraman, ketertiban
dan stabilitas masayarakat
4.
Agama memberikan standar nilai untuk mengkaji ulang nila dan norma yang telah
mapan
5.
Agama memberikan rasa identitas diri dengan cara memeluk agama yang diyakininya
6. Agama
memberikan status baru dalam pertumbuhan dan siklus perkembangan individual melalui berbagai
krisis rites (upacara keagamaan)
Menurut Leight, Keller,
dan Callhoun (1989), terdapat lima unsur
pranata agama, yaitu;
1.
Kepercayaan adalah suatu prinsip yang dianggap benar dan tanpa ada keraguan.
2. Praktek
keagamaan, seperti berdoa, bersembahyang, berpuasa, sedekah. Praktek keagamaan
berbeda dengan ritual keagamaan karena ritual keagamaan menyangkut hubungan
manusia dengan Tuhannya secara vertikal, sedangkan praktek keagamaan menyangkut
hubungan vertikal juga hubungan horizontal (hubungan antar sesama manusia).
3. Simbol
keagamaan dapat memberi identitas agama yang dianut umatnya. Misalnya model
pakaian orang Islam, bentuk bangunan rumah ibadat umat Hindu.
4. Umat
adalah penganut masing-masing agama.
5.
Pengalaman keagamaan yang sulit diukur dan dibuktikan kadarnya, yang mengalami
dan mengetahui sebenarnya hanyalah umat itu sendiri secara individu.
DAFTAR PUSTAKA
Firth, Raymond-Mochtan, B.-Puspanegara S. (1966). Tjiri-tjiri Dan Alam Hidup Manusia,
(terj.). Bandung: Penerbit Sumur Bandung.
Grusky, David B.ed. (1994). Social Stratification, Class, Race
And Gender; Boulder-San Fransisco-Oxford:
Westview Press.
Haviland, William A. (1988). Antropologi. (terj.). Jakarta.
Penerbit Erlangga.
Horton, Paul B.- Hunt, Chester L. (1992). Sosiologi,
(terj.). edisi keenam, Jakarta: Penerbit Erlangga
Johnson, Doyle Paul. (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern,
terj. Jilid 1 – 2. Jakarta: PT
Gramedia Indonesia
Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi; Jakarta: Rineka
Cipta.
Sanderson, (2000) Sosiologi Macro, Sebuah Pendekatan Terhadap
Realitas Sosial; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Soekanto, Soerjono. (1998). Sosiologi Suatu Pengantar;
Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia.
Soekanto, Soerjono. (1983).
Beberapa Teori Sosiologi Tentang Sturktur Sosial, Jakarta: CV
Rajawali.
Soemardjan, Selo-Soemardi, (1974). Setangkai Bunga Sosiologi;
Jakarta: Lembaga Penerbit
0 komentar:
Posting Komentar