Naskah Teori Pembelajaran IPA
Menurut Jean Piaget
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pendidikan IPA” yang dibina oleh
Drs. Nuriman PhD.
Oleh:
Kelompok 1/ Kelas B
SITI NUR GUMILANG (150210204016)
DUWI ERNAWATI (150210204024)
EKA NOVITASARI (150210204028)
FIRDA AMELIA SAFITRI (150210204043)
ENDAH PUTRI TANJUNG. S. (150210204049)
MEGA ANUGRAH (150210204112)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
NASKAH TEORI PEMBELAJARAN IPA MENURUT JEAN PIAGET
1.
Deskripsi Jean Piaget
Piaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget, lahir di
Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahun 1896. Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, Inteligensi Piaget pernah bekerja sama di Binet
Testing Laboratory di Paris, dimana ia ikut dalam membantu menyusun standart
tes kecerdasaan. Ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari
pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan
datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada
seberapa jauh anak-anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku
sebagai pemberi informasi. Kecenderungan anak-anak SD beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu kebutuhan
secara terpadu.
2.
Teori Belajar Menurut Piaget
Menurut
Slavin dalam (Nur :1998:27)
implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.
Memfokuskan pada
proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di
samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak
sehingga sampai pada jawaban tersebut.
b.
Pengenalan dan
pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan
keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian
materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk
menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
c.
Tidak menekankan
pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang
dewasa dalam pemikirannya.
d.
Penerimaan terhadap
perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan
bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun
mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda
Pendekatan laboratorium Binet dalam melakukan
pengetesan adalah menggunakan sejumlah pernyataan tes, yang kemudian disajikan
kepada anak berbagai usia. Nilai kecerdasan anak dihitung berdasarkan jawaban
benar dari anak usia tertentu. Dalam menyusun standar tes kecerdasan, Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh besar tehadap
teori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban yang salah untuk
pertanyaan tes adalah lebih informatif daripada jawaban yang benar. Dia mengamati bahwa kesalahan yang serupa dibuat oleh
anak yang usianya kira-kira sama dan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia
tertentu berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak
usia yang berbeda. Pieget mengamati lebih jauh bahwa sifat dasar dari kesalahan
ini tidak dapat dijelasakan secara memadai dalam situasi tes yang sanagat
teratur dimana anak menjawab pertanyaan secara benar dan salah. Piaget
mengunakan Clinical Metode (metode klinis) yang berupa pertanyaan terbuka,
dengan menggunakan metode klinis pertanyaan-pertanyaan Piaget akan menentukan
pertanyaan si anak, jika anak mengatakan sesuatu yang menarik, Piaget akan
menyusun sejumlah pertanyaan yang dirancang untuk mengekplorasi pertanyaan itu
secara lebih mendalam. Diatas kita telah menyinggung bahwa Piaget menentang
pendefenisian intelengensi dalam jumlah item yang dijawab dengan benar dalam
tes intelegensi menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah tindakan yang
menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan organisme, dengan
kata lain intelegensi memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif
lingkungannya, karena lingkungan dan organisme senantiasa berubah, sebuah
interaksi yang cerdas antara keduanya terus-menerus berubah. Sebuah tindakan
yang cerdas selalu cendrung menciptakan kondisi optimal untuk survival
organisme didalam situasi yang sedang dialaminya, jadi menurut Piaget
intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis, sebab tindakan yang cerdas akan
berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman
menurut Piaget bagian integral dari setiap organisme karena semua organisme
yang hidup mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup mereka, namun
bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu
berfariasi sesuai kondisi yang ada.
Teori Piaget sering disebut sebagai Genetik
Epistemologi (epistemologi genetik) karena teori ini berusaha melacak
perkembangan kemampuan intelektual. Perlu dijelaskan bahwa disini istilah genetik mengacu pada pertumbuhan developmental
bukan warisan biologis. Skemata Seoarang dilahirkan dengan sedikit reflek yang terorganisir,
seperti melihat, menggapai, dan memegang. Alih-alih mendiskusikan kejadian
individual dari reflek ini, Piaget lebih memilih berbicara tentang potensi umum
untuk melakukan hal-hal seperti mengusap, menatap, manggapai, atau memegang.
Potensi untuk bertindak dengan cara tertentu disebut sebagai Shcema
(Schemata:jamak). Misalnya, skema memegang
adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu, skema lebih dari sekedar manifestasi refleksi memegang
saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif
yang membuat semua tindakan memegang bisa memungkinkan. Dengan kata lain Skema
adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri
terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual atau Skema adalah potensi umum untuk melakukan suatu kelompok prilaku, dan isi
mendepkripsiakan kondisi-kondisi yang berlaku sama terjadi manifestasi potensi
umum. Sedangkan adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara
asimilasi dan akomodasi. Ketika setiap tindakan memegang tertentu akan diamati
atau dideskripsikan, maka seorang meski berbicara dalam term respon spesifik
terhadap stimuli spesifik. Aspek manifestasi partikular dari skema ini dinamakan konteks (isi). Berikut
ini beberapa teori belajar menurut Jean Piaget:
a) Asimilasi
Proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur
kognitif seseorang dinamakan Assimilalation (asimilasi), yakni jenis percocokan
atau penyesuaian antara strutur kognitif dengan lingkungan fisik. Struktur
kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh
organisme. Misalnya, jika skema mengisap,
menatap, menggapai dan memegang sudah tersedia bagi anak, maka segala sesuatu
yang dialami anak akan diasimilasikan ke skema itu. Saat struktur kognitif berubah, maka anak mungkin bisa
mengasimilasikan aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan fisik.
Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi
seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema
yang ada atau tingkah laku yang ada. Proses ini bersifat
subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau
informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses
satu stimulus saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara
teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi
adalah bagian dari proses kognitif, dengan proses itu individu secara kognitif megadaptasi diri terhadap lingkungan
dan menata lingkungan itu.
b) Akomodasi
Accommodation (akomodasi), proses memodifikasi struktur kognitif. Akomodasi dapat diartikan sebagai
penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi
terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann
kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh
Piaget adalah keseimbangan. Setiap pengalaman yang dialami sesesorang akan
melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kejadian-kejadian yang berkorespondensi dengan
skemata organisme membutuhkan akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua
proses yang sama-sama penting: pengenalan, atau pengetahuan yang berhubungan
proses asimilasi dan akomodasi yang menghasilkan modifikasi struktur kognitif. Modifikasi ini dapat disamakan dengan proses belajar.
Dengan kata lain, kita merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya
(asimilasi), tetapi setiap pengalaman memuat aspek-aspek yang berbeda dengan
pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari pengalaman ini
menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif kita (akomodasi). Akomodasi
karenanya menyediakan sarana utama bagi perkembangan intelektiual.
c) Ekuilibrasi
Piaget berasumsi bahwa semua organisme punya tendensi
bawaan untuk menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya.
Dengan kata lain, semua aspek dari organisme diarahkan menuju adaptasi yang
optimal. Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk
mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal.
Ekuilibrasi diartikan secara sederhana sebagai dorongan terus-menerus ke arah
keseimbangan atau ekuilibrium. Asimilasi memungkinkan organisme untuk merespon
situasi sekarang sesuai dengan pengetahuan sebelumnya. Karena aspek unik dari
situasi ini tidak dapat direspon berdasarkan pengetahuan sebelumnya, maka aspek
unik atau baru dari pengalaman ini akan menyebabkan sedikit ketidakseimbangan
kognitif. Karena ada kebutuhan untuk mencapai harmoni (ekuilibrium), struktur
mental organisme berubah agar dapat memasukkan aspek unik dari pengalaman ini
dan menyebabkan upaya penyeimbangan kognitif kembali. Tetapi selain usaha
memulihkan keseimbangan, penyesuain ini membuka jalan bagi interaksi baru dan
berbeda dengan lingkungan. Akomodasi tersebut menyebabkan perubahan struktur
mental, sehingga jika aspek lingkungan yang sebelumnya unik kemudian dijumpai
lagi, aspek itu tidak akan menimbulkan ketidakseimbanagn; yakni aspek itu akan
mudah diasimilasikan ke dalam strutur kognitif organisme. Selain itu, tatanan
kognitif ini membentuk basis untuk akomodasi yang baru, sebab akomodasi selalu
muncul dari ketidakseimbangan, dan yang menyebabkan ketidakseimbangan itu
selalu terkait dengan struktur kognitif organisme saat ini. Secara bertahap,
melalui proses penyesuaian diri.Informasi yang pada satu waktu tidak bisa diasimilasi,
pada akhirnya bisa diasimilasi. Mekanisme asimilasi dan akomodasi, dan kekuatan
penggerak ekuilibrasi, akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan
tapi pasti. Proses ini dapat digambar sebagai berikut: Lingkungan Struktur
kognitif Persepsi Belajar Asimilasi Akomodasi
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan
karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara
aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
d) Interiorisasi
Setelah struktur kognitif makin luas, anak-anak mampu
merespon situasi yang lebih kompleks. Mereka juga tidak lagi terlalu bergantung
pada situasi sekarang. Misalnya mereka mampu ”memikirkan” objek yang sebelumnya
tidak mampu mereka pikirkan. Apa yang kini dialami anak adalah fungsi dari
lingkungan fisik dan struktur kognitifnya, yang merefleksikan akumulasi
pengalaman sebelumnya. Penurunan ketergantungan pada lingkunagan fisik dan
meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini dinamakan Interiorization
(interiorisasi).
3.
Prinsip Pembelajaran Menurut Jean Piaget
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan
Piaget, antara lain:
a.
Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena
pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan
kognitif anak, perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak
belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi simbol-simbol;
mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan
sendiri dengan penemuan temannya.
b.
Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang
memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget
belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan
membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan
berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif
anak akan semakin beragam.
c.
Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan
kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak
diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan
cenderung mengarah ke verbalism
4.
Tahap Perkembangan Belajar Menurut Jean Piaget
1) Sensorimotor Stage (Umur 0-2 tahun)
Pada tahap ini, anak berinteraksi aktif dengan
lingkungannya. Masa ini, masa untuk kemampuannya mulai mengartikan dunia yang
mereka lihat. Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh
melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada
mulanya pengalaman itu bersatu dengan diri anak, ini berarti bahwa suatu objek
itu dianggap ada bila berada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ialah mulai berusaha untuk mencari objek yang mulanya
terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahannya terlihat.
Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut
tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari diri sang anak dan
bersamaan dengan itu, konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai
dikatakan matang. Dalam arti ia mulai mampu
untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa
berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll. Intinya, pada masa
kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia
hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya saja. Piaget
(1952) mengatakan, bahwa ada dua proses yang bertanggungjawab atas cara anak
menggunakan dan mengadaptasi skema mereka pada sensorimotor ini yaitu asimilasi
dan akomodasi. Contoh, seorang anak berumur 2 tahun diberi sebuah pulpen untuk
menuliskan sesuatu. Dia belum pernah menggunakan pulpen sebelumnya. Ia hanya
memperhatikan orang lain sebagaimana mestinya menggunakan sebuah pulpen. Maka
ia pun tahu menggunakannya dengan memegang batangnya secara vertikal dan
mengoyang-goyangkan membentuk suatu pola (Asimilasi). Namun, karena baru
pertama kali ia menulis maka yang terbentuk hanyalah coretan-coretan biasa.
Disinilah perlu penyesuaian gerakan pulpen yang tepat mebentuk suatu pola yang
berarti. (Akomodasi). Tahap Sensorimotor stage ini masih terbagai menjadi 6
sub-stages, yaitu:
a. Tahap Refleks (umur 0–1 bulan)
Anak mulai mengembangkan kemampuan refleksnya (terjadi
secara spontan, tidak sengaja dan tidak terbedakan). Anak belum dapat
membedakan jenis-jenis rangsangan, ia akan menggenggam dan mengisap apapun yang
dekat dengannya. Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, Dr. paul suparno;
pada tahap ini anak melakukan gerakan menyusu, berarti telah melakukan
asimilasi fungsional (melatih diri agar fungsi mennyusunya berjalan dengan baik.), melakukan asimilasi yang
reproduktif, General Assimilation (skema “mengisap” diperluas tidak hanya
sebatas menghisap susu ibu, tapi benda-benda lain didekatnya) dan asimilasi
rekognitif dimana anak atau bayi mulai membedakan dan mengenal benda-benda yang
diisap. Ciri sub-tahap ini, belum mempunyai konsep benda, konsep ruang masih
bersifat fragmentaris, dan konsep kausalitas anak juga masih egosentris. Tindakan
seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara
refleks.
b. Tahap Kebiasaan
Pada umumnya, anak mulai
muncul kebiasaan yang ia interpretasikan dari apa yang ia perhatikan dari
lingkungannya (lewat pendengaran atau pengelihatan ). Ciri sub-tahap ini
adalah:
·
Anak mulai meniru
(imitasi,”suatu ungkapan bayi untuk mengenal realitas dan berinteraksi dengan dunia secara aktif”)
·
Konsep benda
sudah mulai berkembang
·
Konsep ruang ada,
yaitu mengikuti benda-benda yang bergerak atau
yang bersuara
·
Konsep kausalitas belum banyak berkembang
c. Tahap ini muncul antara usia 4-9 bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi
antara penglihatan dan pemaknaan. Ciri pada sub tahap ini:
·
Konsep benda ada, anak dapat mengantisipasi secara visual letak sebuah
benda.
·
Konsep ruang berkembang, misal dalam kegiatan menyusu seorang bayi telah mengkoordinasikan ruang gerak mulut
dan jamahan tangannya pada putting susu ibu.
·
Konsep kausalitas ada tapi masih egosentris
d. Tahap ini muncul dari usia 9-12 bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek). Ciri sub tahap ini:
·
Konsep benda ada, anak dapat mencari suatu benda yang disembunyikan
sepanjang masih dalam pengelihatannya
·
Konsep ruang berkembang
·
Konsep kausalitas ada, disini anak sadar untuk pertama kalinya bahwa objek lainya dapat menyebabkan aktivitas
tertentu.(wadsworth) (anak digelitik, maka ia akan tertawa)
e. Tahap Eksperimen
Tahap ini muncul dalam usia 12-18 bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara
mencoba-coba (eksperimen). Ciri pada sub tahap ini:
·
Konsep benda mulai maju dan lengkap. Misal anak dapat memperhitungkan perpindahan
berurutan suatu objek.
·
Konsep ruang ada. Misal pada sub tahap ini anak mulai mengerti ada
hubungannya anatara benda-benda dalam suatu ruangan.
·
Konsep kausalitas semakin berkembang. Anak semakin sadar bahwa orang lain
dan juga benda lain dapat menjadi penyebab suatu tindakan.
f. Tahap Representasi (umur 18–24 bulan)
Pada sub tahap ini dimulai
sebuah representasi simbolik terutama tentang wawasan dan kreativitas. Ciri
pada sub tahap ini:
·
Konsep benda sudah maju. Reprenstasi ini mebiarkan anak untuk mencari dan
menemukan objek-objek yang sunguh-sungguh disembunyikan.
·
Konsep ruang ada. Disini anak sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat
mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan
lagi.
·
Konsep kausalitas. Anak sadar akan apa yang dialihat tak mampu ia lakukan
sehingga mencari jalan lain untuk menyelsaikannya secara sangat sederhana.
Kemampuan
anak pada tahap perkembangan ini
antara lain:
a.
Melihat dirinya sendiri
sebagai makhluk yang berbeda dengan objek disekitarnya.
b.
Mencari rangsangan
melalui sinar lampu dan suara.
c.
Suka memperhatikan sesuatu
lebih lama.
d.
Mendefinisikan sesuatu
dengan memanipulasinya.
e.
Memperhatikan objek
sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
2) Pre-Operational Period (umur 2–7)
Berdasarkan dari rangkaian observasi dari Piaget, ia
mendemonstrasikan bahwa diakhir tahun kedua anak terdapat perkembangan fungsi
psikologinya. Mulai
memiliki pengetahuan fisik mengenai sifat-sifat benda dan mulai memahami
tingkah laku dan organisme dalam lingkungannya. Tidak berfikir balik, Tidak
berfikir tentang bagian-bagian dan keseluruhan secara serentak, Mempunyai
pandangan subyektif dan egosentrik. Pada tahap ini,
penggunaan simbol dan istilah jauh lebih luas daripada tahap sensorik motorik. Pola pikir
bersifat insting, yaitu anak
belum mampu menalar dengan menggunakan hukum logika sebab-akibat. Ia mengetahui
tepat nama dan apa yang dapat dilakukan terhadap sesuatu objek, tetapi ia tidak
mengetahui klasifikasi objek.
Contohnya,
pada hal yang berhubungan dengan bola ia mengetahui tepat cara memainkan bola yaitu, melempar, memantulkan,
menagkap, dan seterusnya. Namun, ia tidak mengetahui bahwa bola tersebut
merupakan alat olahraga, melainkan menggapnya sebagai mainan.
Pemikiran pra-operasional bisa dibagi lagi menjadi dua
sub-tahap:
a. Fungsi Simbolis (2-4 tahun)
Dalam sub-tahap ini, anak kecil secara mental mulai bisa
merepresentasikan objek yang tak hadir. Ini memperluas dunia mental anak hingga
mencakup dimensi-dimensi baru. Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan
kemunculan sikap bermain adalah contoh lain dari peningkatan pemikiran simbolis
dalam sub-tahap ini. Contoh, anak kecil mulai mencoret-coret
gambar orang, rumah, mobil, awan, dan banyak benda lain dari dunia ini. Anak
melihat kapal ataukah heli. Dan karena penasaran dan keingintahuannya ia pun
meniru kapal itu dengan merentangkan tangannya. Mungkin karena anak kecil tidak
begitu peduli pada realitas, gambar mereka tampak aneh dan tampak khayal.
Fungsi semiotic atau simbolis ini nampak jelas dalam lima gejala yaitu:
·
Imitasi tak langsung.
Kemampuan anak untuk
menirukan suatu objek atau kejadian dari apa yang telah ia alami sebelumnya
secara tak langsung. Misal, anak diajak pergi ke pasar. Ia melihat banyak barang dagangan. Hasil
interpretasinya ini ialah ia dapat beramaian pasar-pasaran, berdagang-dagangan
dengan baranga-barang hasil tiruan dari apa yang telah ia perhatikan
sebelumnya.
·
Permainan Simbolis
Permainan yang berupa simbol-simbol saja dan masih bersifat imitative, yaitu
meniru objek atau kejadian yang pernah dialami.
·
Menggambar
Mengambar dalam tahap ini
berarti merupakan jembatan antara permainan simbolis dan gamabaran mental. Unsur
permainan simbolis terletak apada segi kesenangannya, sementara unsur gamabaran
mental terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yanga real.
·
Gambaran Mental
Gambaran mental adalah
penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengelaman yang lampau dan sifatnya masih statis.
·
Bahasa Ucapan
Disini anak menggunakan
suara atau bahasa untuk merepresentasi sebuah benda atau kejadian. Perkembangan bahasa ini sangat memperlancar
perkembangan konseptual anak dan juga kognitif anak tentunya.
Tahap pra operasional ini dapat
dibedakan atas dua bagian yaitu:
1.
Tahap
pra konseptual (2-4 tahun)
Dimana representasi
suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Pada tahap ini, anak-anak mulai membentuk konsep sederhana. Mereka
mulai mengklasifikasi benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan
kemiripannya, tetapi mereka banyak melakukan kesalahan lantaran konsep mereka itu.
Jadi, semua lelaki adalah ayah dan semua perempuan adalah ibu dan semua mainan
adalah milikku. Logika mereka tidak induktif ataupun deduktif , namun
transduktif. Contoh dari penalaran transduktif adalah sapi adalah hewan besar
dengan kaki empat. Hewan itu besar dan punya empat kaki, karena hewan itu adalah sapi.
2.
Tahap
intuitif (4-7 tahun).
Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan
pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Karakteristik anak pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
·
Anak dapat mengaitkan
pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan
karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh
orang lain.
·
Anak belum memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang
dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible.
·
Anak belum mampu
melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu
bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
·
Anak juga belum mampu
membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini
terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi
mereka.
·
Anak belum memiliki
konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
·
Menjelang akhir tahap
ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat
mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat
tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit
3) Concrete Operations (sekitar 7-12 tahun).
Dalam tahap ini anak mulai memandang dunia secara obyektif, mulai
berfikir secara operasional, membentuk hubungan aturan-aturan, prinsip ilmu
sederhana dan mempergunakan hubungan sebab-akibat, memahami konsep substansi,
volume, panjang lebar luas dan berat. Tetapi selama tahap ini proses pemikiran diarahkan pada kejadian riil yang
diamati oleh anak. Anak dapat melakukan operasi problem yang agak kompleks
selama problem itu konkret dan tidak abstrak.
Pola
pikir egosentris digantikan dengan pola pikir operasional yang mengacu pada
suatu perbuatan terhadap berbagi benda dan peristiwa berdasarkan informasi yang
luas dari luar dirinya. Secara konseptual, anak mulai mampu melihat dan
mempersepsi berbagai hal dari perspektif orang lain. Proses berpikirnya mulai
logis. Anak mampu membuat susunan serial, menyusun, dan mengelompokkan berbagai hal berdasarkan
karakteristiknya yang sama atau serupa.
Contohnya
: alat olahraga adalah bola, kok, bola tenis, raket, dan lain-lain.
Ciri-ciri operasi konkret yang
lain, yaitu:
a.
Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh.
Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat
menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami.
b. Bilangan
Dalam percobaan Piaget, ternyata anak
pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu
dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat
mengerti soal korespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini
berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
c.
Seriasi
Proses seriasi adalah proses mengatur
unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut.
Menurut Piaget, bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia
tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
d.
Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak
sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat interval jarak suatu benda.
Pada umur 8 tahun anak sudah dapat mengerti relasi urutan waktu dan juga
koordinasi dengan waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep
waktu dan kecepatan.
e.
Penalaran
Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada
tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang
terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat
persoalan secara menyeluruh.
f.Sosialisme.
Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu
egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai
pikiran lain.
4) Formal Operation. (sekitar 11-15 tahun ke atas)
Pada tahap ini, anak bisa menangani situasi hipotetis, dan proses berpikir mereka tidak
lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil. Pemikiran pada tahap
ini semakain logis. Jadi, aparatus mental yang dimilikinya makin canggih namun
aparatus ini dapat diarahkan ke solusi berbagai problem kehidupan yang tiada
berkesudahan. Serta dapat
mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu.
Menurut
Piaget tahap ini
merupakan tahap terakhir dalam
perkembangan kognitif. Sifat
pokok tahap operasi formal adalah:
a.
Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran
menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya
jika premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif
hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang
ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil
kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan
dengan kenyataan yang real. Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi
adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya
tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan
kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam
menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau
tidak.
b.
Metode Ilmiah
Pada tahap pemikiran ini, anak sudah
mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel
control, mencatat hasil,
dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah
variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat
tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia
bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan
yang mundur.
- Universal
(tidak terkait budaya)
- Bisa
digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan
tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
- Urutan
tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari
tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
- Tahapan
merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif
5.
Teori Piaget Dipergunakan dalam Pembelajaran IPA
a.
Mulailah dari hal-hal yang konkret, yaitu kegiatan aktif mempergunakan
pancaindra dengan benda nyata atau konkret.
b. Penata awal, yaitu suatu informasi umum mengenai apa yang akan diajarkan, agar
murid mempunyai kerangka kerja untuk mengasimilasikan
informasi baru ke dalam struktur kognitifnya.
c. Pergunakanlah kegiatan yang
bervariasi karena murid mempunyai tingkat perkembangan kognitif
yang berbeda dan gaya belajar yang berlainan.
6.
Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran IPA
Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam
pembelajaran IPA. Ketiga hal tersebut adalah :
a.
Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan ;
b.
Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian ;
c.
Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup
untuk menjamin perkembangan intelektual anak.
7.
Cara Pembelajaran IPA Berdasarkan Teori Jean Piaget
a.
Guru harus selalu memperhatikan setiap siswa apa yang mereka lakukan,
apakah mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan
kesulitan.
b.
Guru harus berbuat seperti apa yang Piaget perbuat yaitu memberikan
kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri jawabanya, sedangkan guru harus
selalu siap dengan alternatif jawaban bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
c. Pada akhir pembelajaran, guru
mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan jawaban yang diinginkan
Contoh penerapan teori Piaget dalam pembelajaran IPA SD
Kelas/Semester : V/1
Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013
Subtema : Wujud Benda dan Cirinya (dalam pembelajaran 2)
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan sifat-sifat benda padat, cair dan
gas.
Tujuan pembelajaran: Dengan melakukan percobaan untuk menguji
perubahan wujud benda dengan sistematis dan
penuh rasa ingin tahu siswa dapat mengetahui dan
menjelaskan wujud dan sifat benda serta
perubahan wujudnya dengan pemikiran logis
dengan cermat dan teliti.
Deskripsi
Kegiatan :
1.
Kegiatan berdiskusi
·
Siswa kemudian bekerja
secara kelompok beranggotakan 4 orang.
·
Siswa mengamati
beberapa jenis wujud benda yang telah mereka ketahui.
·
Siswa diminta berdiskusi
dan menuliskan hasil pemahaman mereka tentang wujud benda, sifat benda dan
memberikan contohnya, serta perubahan wujud benda.
2.
Kegiatan eksplorasi
·
Siswa selanjutnya
melakukan percobaan dengan beberapa petunjuk aktivitas yang telah diberikan.
Siswa diperbolehkan bereksplorasi menggunakan bahan yang berbeda dan memberi
perlakuan yang berbeda.
·
Siswa diminta mengamati
proses dalam percobaan dan menulisnya dalam bentuk suatu laporan.
·
Siswa mempresentasikan
hasil percobaan dan laporan mereka di depan kelas.
3.
Siswa diingatkan
untuk bersikap hati-hati dan menjaga keselamatan diri dan teman-temannya selama
kegiatan berlangsung.
Hasil
yang diharapkan:
Melalui kegiatan
ini diharapkan:
·
Siswa diharapkan timbul
sikap rasa ingin tahu dan terampil mencari informasi serta melakukan suatu
pengamatan dan mencatat hasilnya secara sistematis.
·
Siswa dapat bekerja
sama dan berpikir secara saintifik dan dan sistematis dalam melakukan percobaan
secara bertahap dan proses pengamatan mereka.
·
Siswa dapat mencari dan
mencatat hasil temuan mereka dalam laporan hasil percobaan dengan teliti dan sistematis.
DAFTAR RUJUKAN
http://nandaridek.blogspot.co.id/2015/03/landasan-teori pembelajaran-ipa.html, diakses tanggal 31 Maret 2016.
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.
Rineka Cipta,
2005.
Nurdin, A.E. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta. EGC, 2011.
http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-piaget.pdf, diakses tanggal 1 April 2016.
Yamin, Martinis. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta. Penerbit
Referensi. 2013.
http://www.asikbelajar.com/2013/01/piaget-tahap-operasional-konkret.html, diakses tanggal 31 Maret 2016.
http://sdn-mojoruntut-2.blogspot.co.id/2013/03/teori-belajar-dalam-pembelajaran-ipa-di.html, diakses tanggal 30 Maret 2016.
http://taufikhidayat93.blogspot.co.id/2015/01/makalah-teori-piaget-dan-penerapannya.html, diakses tanggal 31 Maret 2016.
https://adinafirda.wordpress.com/2012/06/08/teori-piaget-mengenai-pembelajaran-ipa/, diakses tanggal 1 April 2016.
0 komentar:
Posting Komentar